Apa Alasan Sensus Pajak Nasional?

 

 

Foto ilustrasi: Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta

Akhir tahun 2011 Ditjen Pajak bekerja sama Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengadakan Sensus Perpajakan Nasional dengan membuka lowongan 3.000 pekerja honorer, alih daya sebagai pelaksana sensus. Apa yang menjadi alasan Sensus Perpajakan Nasional?

Saya mengestimasi alasan Sensus Perpajakan Nasional berdasarkan data dari beberapa sumber, situs berita internet dan data BPS dan lain-lain adalah karena banyak peluang meningkatkan jumlah Wajib Pajak (WP)  terdatfar, yaitu :

  1. Jumlah WP seluruhnya (badan hukum, orang pribadi, bendahara) yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hingga tahun 2010 adalah 18 juta sedangkan jumlah penduduk 234 juta. Pemilik NPWP kurang lebih delapan persen dari jumlah penduduk sehingga peluang besar dapat didaftarkan NPWP baru dan diawasi kewajiban pajaknya. Sedangkan yang melaporkan SPT tahunan PPh Orang Pribadi 2010 hanya mencapai 8,5 juta WP, terdiri SPT ada pembayaran pajak dan nihil karena penghasilan di bawah penghasilan kena pajak.
  2. Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) nasional mencapai 51,3 juta unit, lebih banyak daripada total WP terdaftar (18 juta).
  3. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61,9 persen atau di tahun sebelumnya 53,32 persen sedangkan kontribusi terhadap penerimaan pajak kurang dari 10 persen. Apabila UMKM didaftarkan NPWP melalui sensus, sebagai WP pembayar pajak baru maka dapat meningkatkan penerimaan pajak.
  4. Rasio pajak (tax ratio) terhadap PDB Indonesia tahun 2010 terhadap PBD 11,9 persen, salah satu upaya meningkatkan target tax ratio 12 persen tahun 2011 dengan ekstensifikasi penambahan jumlah WP terdaftar melalui sensus.
  5. Jumlah badan usaha 22,3 juta menurut data BPS, yang melaporkan SPT Tahunan 466 ribu badan usaha dari 1,7 juta yang memiliki NPWP.
  6. Pola yang terjadi di setiap daerah bahwa 200 pembayar pajak terbesar memberikan kontribusi 65 s.d. 80 persen dari total penerimaan pajak di suatu daerah.

Untuk mengestimasi efisiensi (ada kebocoran atau tidak), efektifitas pemungutan dan potensi penerimaan pajak suatu negara selalu dikaitkan dengan PDB berupa rasio pajak terhadap PDB. PDB yaitu nilai rupiah produksi barang dan jasa di suatu negara tanpa peduli siapa yang membuat dan memiliki barang dan jasa tersebut. Pemilik barang/jasa investor dari luar yang mengelola sumber daya alam dan membawa seluruh hasil produksinya ke luar negeri maupun yang dikelola oleh warga negara Indonesia termasuk dalam hitungan PDB dan dikenakan pajak.

Pola distribusi di setiap daerah yang 200 pembayar pajak terbesar (perusahaan besar) memberikan kontribusi penerimaan pajak rata-rata 70-an persen kebalikan dengan data BPS yang menyatakan UMKM memberi kontribusi 60-an persen terhadap PDB. Apabila data BPS lebih mendekati kebenaran maka besar peluang menambah penerimaan pajak dan meningkatkan tax ratio. Menurut pendapat saya dari pengamatan, bahwa pola jumlah perusahaan sedikit memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pajak karena memang sumber daya alam, perdagangan barang/jasa di negeri ini sebagian besar dikuasai oleh sejumlah sedikit perusahaan-perusahaan besar. Dan sebagian besar dari puluhan juta unit UMKM tersebut merupakan usaha yang penghasilannya di bawah penghasilan tidak kena pajak.

Rencana sensus pajak sekaligus bermanfaat melengkapi dan membandingkan data yang dimiliki BPS dalam menghitung jumlah UMKM. Berapa jumlah UMKM nanti dari jumlah 51,3 juta unit menurut BPS (22 persen dari jumlah penduduk) dan berapa jumlah UMKM masih aktif menjalankan usaha?

Petugas sensus pajak akhir tahun ini akan menyapa Anda. Bagaimana pendapat Anda?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *