Apakah Uang Perjalanan Dinas Termasuk Objek Pajak Penghasilan?

Definisi penghasilan menurut UU PPh yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Apakah uang perjalanan dinas memenuhi syarat disebut penghasilan? Ya karena dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan.

Apakah jumlah total uang yang diterima merupakan tambahan kemampuan ekonomis? Nah, ini yang menjadi polemik ketika seorang menerima uang terkait perjalanan dinasnya.

Komponen biaya perjalanan dinas jabatan terdiri:

1. uang harian yang meliputi uang makan, uang saku, dan transport lokal;

2 biaya transport pegawai;

3. biaya penginapan.

Biaya transport pegawai dan biaya penginapan adalah penggantian dalam rangka perjalanan dinas jabatan dibayarkan sesuai dengan biaya riil (at cost) yang dikeluarkan. Sedangkan uang harian dibayarkan dengan batas jumlah tertentu, tidak wajib memberikan bukti pengeluaran pembelian makanan, dan transport lokal namun dapat berupa pernyataan pengeluaran. Konsep ini demi kemudahan pertanggungjawaban pejabat yang melakukan perjalanan dinas dan Bendahara yang mengadministrasikan bukti pengeluaran. Karena apabila tempat pembelian makanan di warung kecil, mungkin tidak dapat memberikan bukti pembelian.

Akan tetapi, uang makan dan uang saku setelah melakukan perjalanan dinas mungkin saja sisa. Sisa uang makan dan uang saku jika tidak dikembalikan ke Bendahara (negara) maka termasuk kategori penghasilan karena dapat menambah kemampuan ekonomis. Atas penghasilan ini dapat dilaporkan sendiri oleh pegawai pada SPT-nya. Bendahara tidak  akan memotong pajak penghasilan atas sisa uang harian dari perjalanan dinas, karena uang harian yang dibayarkan pada umumnya merupakan kebutuhan pokok rata-rata harian bagi pegawai selama perjalanan, dapat dihabiskan, namun apabila uang tidak cukup tidak dapat meminta tambahan, apalagi atas biaya-biaya untuk kepentingan pribadi karyawan.

Jumlah uang yang diterima oleh pejabat/pegawai yang melakukan perjalanan bukan merupakan penghasilan, namun uang negara dibayar di muka yang dipercayakan oleh Bendahara untuk membiayai diri selama perjalanan. Pejabat diberi kepercayaan untuk belanja sendiri di tempat tujuan dinas, lalu bukti pengeluaran diberikan ke Bendahara sebagai pertanggungjawaban pada negara. Konsep uang perjalanan dinas sebenarnya penggantian uang atas penyerahan bentuk natura meskipun dibayarkan uang tunai oleh Bendahara karena bukti pembayaran yang diterima penerima uang diserahkan ke Bendahara. Sedangkan jika bukan bentuk natura, penyerahan uang tunai dari Bendahara dapat dibelanjakan penerima uang tanpa perlu pertanggungjawaban bukti/kuitansi kepada Bendahara.

Untuk menguatkan bukti pengeluaran uang saku, transport, uang makan, dan uang harian benar-benar dalam rangka perjalanan dinas secara administrasi wajib diterbitkan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Apabila tidak ada SPPD maka pengeluaran uang tersebut dikenakan pajak penghasilan yaitu kategori pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun (uang makan, transport dsb). Pada belanja negara (APBN) uang perjalanan dinas mempunyai akun tersendiri, dan dilarang membelanjakan uang selain akun perjalanan dinas untuk biaya perjalanan dinas, apalagi demi menghindari pajak penghasilan dengan dalih uang transport perjalanan dinas.

Kemudian apakah fasilitas berupa kenikmatan yang diperoleh selama perjalanan dinas termasuk objek pajak penghasilan?

Natura yang diterima pegawai yang melakukan perjalanan dinas termasuk pengecualian objek pajak penghasilan. Dasar hukumnya Pasal 4 (3) d UU 36 2008 tentang PPh: “Yang dikecualikan dari objek pajak adalah (d) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah”.

Penjelasan “Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak”.

Pada Pasal 8 ayat 1.b Per DJP 31/PJ/2009, 25 Mei 2009 disebutkan. “Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah”.

Simpulan dari uraian ini menurut saya, apabila seorang pegawai negara melakukan perjalanan dinas ada sisa uang harian, selisih dari pengeluaran riil belanja uang harian yang ditanggung oleh negara, maka dapat dikembalikan ke negara. Karena konsep memberi uang harian selama perjalanan dinas bukan dalam rangka untuk menambah penghasilan pegawai yang bersangkutan, tetapi pemberian natura. Fasilitas yang diterima selama perjalanan dinas tidak diterima dalam bentuk uang tunai, namun natura/kenikmatan yang diberikan negara yang dibayarkan melalui Bendahara. Namun apabila sisanya tidak dikembalikan ke negara, pajak penghasilan dapat dibayar sendiri dan dilaporkan pada SPT, cocok dengan konsep self assessment.

2 komentar untuk “Apakah Uang Perjalanan Dinas Termasuk Objek Pajak Penghasilan?”

  1. You’re living outside planet!!! None government officers refund the money from business travel

    My answer:"Government auditor (BPK) opinion: http://nasional.kompas.com/read/2011/03/30/20215429/ http://beta.ujungpandangekspres.com/index.php?option=read&newsid=75960"

  2. “Pada belanja negara (APBN) uang perjalanan dinas mempunyai akun tersendiri, dan dilarang membelanjakan uang selain akun perjalanan dinas untuk biaya perjalanan dinas, apalagi demi menghindari pajak penghasilan dengan dalih uang transport perjalanan dinas.”

    Apakah Mas Isnan punya peraturan yang berisi larangan tersebut???

    My answer:Aturan tertingginya adalah UU Keuangan Negara pasal 3, keuangan negara harus dikelola secara tertib... UU Perbendaharaan Negara: Pengguna Anggaran; membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan.

    Nah, sejak penyusunan DIPA satker merencanakan belanja setahun, setelah APBN disahkan (misal: APBN 2013 disahkan UU 19/2012 diubah UU 15 tahun 2013) lalu satker melaksanakan DIPA/belanja sesuai MAK yg disusun. Jika pembelanjaan tidak sesuai akun dalam DIPA awal maupun DIPA revisi, bukankah melanggar 3 UU sekaligus?

    Sejak UU APBN disahkan, segala jenis belanja harus sesuai dengan akun tersebut. Dengan dasar UU APBN sebagai pelaksanaan belanja negara maka setelah UU disahkan, DIPA tidak bisa diubah kecuali dengan mengubah UU APBN-nya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *