Rahasia Sukses Implementasi TI

Mesin Ketik

Ilustrasi: Dari Flickr Mesin Ketik yang kini digantikan komputer

Foto dari Flickr: Isnan Wijarno

Embed Flickr Image: Click Picture to Enlarge

 

Rob Kling dari Universitas Indiana, Bloomington AS membuat pusat kajian ilmu informatika sosial. Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) mengubah pranata sosial, tidak hanya pada organisasi dan muncul fenomena baru ketika orang menggunakan TI. Di antaranya yang tumbuh subur adalah situs-situs user generated content dan social media, Facebook, twitter, dsb. Maka investasi TI yang berhasil wajib memperhitungkan perubahan sosial yang akan dialami penggunanya ketika akan berubah dari kebiasaan sebelumnya.

Kesuksesan implementasi TI tidak hanya kemampuan secara finansial belanja perangkat keras TI. Pada sektor pemerintah kini banyak mengimplementasikan e-Government, membuat aplikasi online namun tingkat keberhasilan rendah. Menurut UN World Public Sector Report 2003, ada tiga prasyarat yang dapat mempengaruhi e-Government, yaitu: standar minimal infrastruktur teknologi, SDM, dan ketersediaan akses internet untuk semua. Penelitian Parks 2003, bahwa kebanyakan proyek gagal karena “masalah manusia”, yaitu: resistensi birokrasi, resistensi politik, kelemahan dalam kepemimpinan, perencanaan yang terlalu ambisius, dan korupsi.

Dalam dua tahun mendatang paling lambat 1 Januari 2014 pemerintah daerah yang terdiri 398 kabupaten dan 93 kota di seluruh Indonesia akan menerima pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari Pemerintah Pusat yang semula dikelola oleh Ditjen Pajak. Beberapa pemerintah daerah yang telah siap menerima pengalihan PBB hendaknya memperhatikan kompatibilitas aplikasi yang akan dipesannya ke pihak ketiga dengan mengacu pada struktur database, source code yang dimiliki oleh Ditjen Pajak dan akan diserahkan ke Pemda. Aplikasi yang dimiliki oleh Ditjen Pajak dapat digunakan dan disempurnakan oleh Pemda setempat tanpa harus membangun aplikasi baru dengan peluang kegagalan. Tahun 2012 ada 17 kabupaten/kota yang siap menerima pengalihan PBB. Uniknya disparitas harga tiap aplikasi di tiap daerah yang dilelang Pemda variasinya sangat tinggi, dari puluhan juta hingga miliaran rupiah untuk jenis aplikasi yang hampir sama. Pemda yang menawarkan harga tinggi apabila tidak kompatibel atau gagal tentu akan mengalami kerugian sangat besar.

Duh… sedih rasanya jika aplikasi yang dipesan kepada pihak ketiga oleh Pemda mengalami banyak masalah dan dari masalah itu kemudian patut dapat diduga merugikan keuangan negara ketika diperiksa oleh BPK dan berujung pada dugaan korupsi. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pemda sebaiknya mempertimbangkan aplikasi yang telah tersedia di Ditjen Pajak untuk dikembangkan, bukan membuat aplikasi baru dan belajar kepada yang telah berpengalaman puluhan tahun mengelola PBB.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *